Sering kita mendengar kalimat ajakan seperti itu baik dari kawan, keluarga, maupun pacar. ME-
nonton film... sebuah kegiatan hiburan santai yang menyenangkan... itu impresi pertama yang
muncul di kepala kita... tapi apa sebenarnya ‘film’ itu? Pernahkah kita berpikir, apa sebenarnya
definisi dari kata ‘film’?
Film (n):
1. selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat
potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dalam bioskop)
2. lakon (cerita) gambar hidup
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3/2002
Merujuk pada definisi yang pertama, maka film merupakan sebuah materi dasar pembuatan
gambar yang akan dibuat, dilihat atau diputar, yaitu lapisan tipis pada rangkaian pita berbahan
dasar seluloid peka cahaya yang dipatenkan pertama kali oleh George Eastman di Amerika Seri-
kat. Kalau merujuk pada definisi ini, rasanya jadi kurang tepat bila kita berkata, “Nonton film
yuk!” Lalu apa sebe-narnya ‘film’ itu?
Kata yang paling dapat mendekati dan objektif yang merujuk pada film sebagai sebuah benda/
objek tontonan adalah “motion picture/motion image” dalam bahasa Inggris (sering disingkat men-
jadi ‘movie’) yang diterjemahkan sebagai “gambar bergerak/gambar hidup”, akan tetapi bahasa
Indonesia tidak memiliki kosa kata yang tepat untuk menggantikannya, maka dipakailah kata
“film’ atau “sinema” yang sebenarnya memiliki dasar etimologi yang berbeda dari bahasa asal-
nya.
Sinema:
“film/gambar bergerak yang diproyeksikan pada layar bioskop/teater”
(Webter’s Dictionary, 1997)
Gambar hidup secara teknis didefinisikan sebagai serangkaian gambar diam yang diproyeksikan
pada layar dengan kecepatan tertentu dengan objek gambar yang ditampilkan berubah sedikit
demi sedikit sehingga menghasilkan efek optis berupa gambar yang berkesinambungan sehing-
ga objek gambar tersebut terlihat bergerak (MerriamWebster.com).
6 bagian 1 | apa itu film ?
Efek optis ini terjadi karena kemampuan retina dalam mata manusia ketika menangkap stimulus
visual dan kemudian diinterpretasikan oleh persepsi manusia di otak. Retina mata kita memiliki
kemampuan untuk ‘merekam’ setiap gambar diam tersebut selama sepersekian detik, sehingga
rentetan gambar diam tersebut ditangkap sebagai sebuah rangkaian gambar bergerak. Gerakan
yang terbentuk dari rentetan gambar diam itu disebut intermitten movement, sementara kemam-
puan retina ‘merekam’ gambar diam tadi disebut persistence of vision. Contoh paling mudah dari
persistence of vision adalah fenomena ‘motion after effect’, yaitu efek yang kita rasakan dari sebuah
stimulus visual yang begitu kuat sehingga tertinggal lama di retina mata kita. (Buktikan sendiri
dengan melihat langsung ke matahari selama kurang lebih satu menit, lalu segera alihkan pan-
dangan anda ke objek lain. Anda akan melihat sisa ‘gambar matahari’ di objek baru tersebut.
Inilah fenomena ‘motion after effect’, pertama kali dicatat oleh Aristotles)
Contoh intermitten movement
Film sebagai gambar hidup atau motion picture, memiliki sejarah yang panjang bahkan dari sebelum
film itu sendiri ditemukan. Berawal dari pertunjukan wa-yang yang beredar di seluruh daratan
India hingga ke wilayah Nusantara (Melayu dan Jawa) di abad 14. Sejak itu, berbagai penemuan
terus berkembang untuk menghadirkan imaji hidup dalam keseharian sebagai sebuah pertunju-
kan dan hiburan. Patokan signifikan dalam sejarah yang memulai dikenalnya film sebagai sebuah
media adalah ketika Lumiere bersaudara menemukan alat bernama Le Cinematographè.
Cinematographè, kamera yang juga berfungsi sebagai proyektor, milik Lumière bersaudara menan-
dai dimulainya era pertunjukan film untuk orang banyak. Untuk pertama kalinya di dunia tang-
gal 28 Desember 1895, puluhan orang berada dalam satu ruang guna menonton film yang di-
proyeksikan ke sebuah layar lebar. Sebelumnya film hanya dapat dinikmati secara individual
dengan cara mengintip ke dalam alat pemutar film. Lumière bersaudara menyewa sebuah ruang
bilyar tua di bawah tanah di Boulevard des Capucines, Paris yang kemudian dikenal sebagai ru-
ang bioskop pertama di dunia. Grand Cafè, nama tempat itu, tiba-tiba menjadi begitu populer
di Eropa. Ribuan orang berbondong-bondong ingin menonton film buatan Auguste dan Louis
Lumière. Saat itu pengalaman menonton film di dalam sebuah ruangan adalah sama sekali baru
bagi semua orang. Sedemikan mengesankannya pengalaman menonton pertunjukan film per-
tama kali, sehingga banyak penonton yang berada dekat layar berlarian karena panik ketika di
layar tampak gambar lokomotif uap raksasa bergerak ke arah penonton.
Sekarang — lebih dari seratus tahun kemudian — teknologi produksi film telah berkembang
pesat. Kini, telah ditemukan Video yang mengungguli film dari segi kemudahan. Video dapat
merekam suara dan gambar dalam satu medium pada saat yang sama. Kelebihan lain adalah
bobot kamera video yang lebih ringan dan mudah dioperasikan. Di Indonesia bahkan lebih dari
1.000 buah film pendek dihasilkan dalam dua tahun terakhir (2002-2003) dengan menggunakan
7
bagian 1 | apa itu film ?
kamera video. Fenomena ini menujukkan dua hal; pertama, antusiasme akan film tidak pernah
padam sejak pertama kali film dipertunjukkan tahun 1895. Kedua, perkembangan teknologi
produksi film sangat membantu kemudahan orang awam untuk membuat film sendiri, guna
tujuannya masing-masing.
Mengacu pada fenomena di atas, terbukti bahwa bikin film itu tidaklah rumit, yang paling pent-
ing tahu bagaimana caranya. Mau tahu urutan cara bikin film? Silakan pilih topik yang kamu
suka...
Film Itu Seni atau Bukan?
Haha! Pertanyaan ini sulit untuk dijawab, bahkan oleh seorang pakar kajian perfilman sekalipun.
Film dapat dimasukkan sebagai seni atau bukan tergantung pada bagaimana kita sebagai pem-
buat, penonton dan pengamat melihatnya dari sudut pandang apa.... Kalau kita mau melihat
film sebagai seni, maka mungkin film adalah seni ‘paling serakah’ dari semua cabang seni yang
ada, karena di dalam film terdapat unsur-unsur sastra, seni lukis, seni fotografi, teater, arsitektur,
seni tari, seni rupa, dan lain sebagainya.
Diluar permasalahan film itu seni atau bukan, yang pasti film adalah sebuah media komunikasi
massa. Sebagai sebuah media komunikasi massa, film memiliki kelebihan dari media lain seperti
media bacaan (buku, brosur, majalah, koran, dsb.) dan media auditif (musik, radio) karena film
menggunakan dua indera utama kita dalam proses mempersepsinya, yaitu indera pengelihatan
(mata) dan pendengaran (telinga). Bahkan di satu sisi media film memiliki kelebihan untuk dapat
mempengaruhi pola pikir manusia daripada media yang lebih canggih, yaitu media interaktif (in-
ternet) karena lebih besifat perseptif dan pasif. Meskipun begitu, janganlah menjadi penonton
film yang pasif!
MACAM-MACAM FILM
Film dapat dibagi-bagi menurut bentuknya, jenisnya, durasinya, media dasar pembuatannya, pe-
nontonnya, media dimana ia diputar, dan fungsinya. Hati-hatilah dalam melihat pembagian ini,
karena sering sekali terjadi kesalahan dilakukan dalam melihat pembagian ini.
Pembagian film menurut bentuknya (form):
1. Live-action movie: film yang yang terbentuk dari gerakan ‘asli’ (live) yang direkam dalam media
rekamnya.
2. Animation movie: film yang terbentuk dari rekayasa pembentukan gerakan dari serentetan gam-
bar diam. Dalam pembentukannya, film animasi dapat dibagi lagi menurut cara membuat-
nya:
• Stop Motion based Animation: film animasi yang direkam menggunakan metode stop-motion, yai-
tu perekaman frame-per-frame dengan kamera. Misalnya: Cell Animation & Clay Animation.
• CGI based Animation: film animasi yang dibuat tanpa perekaman langsung, melainkan melalui
rekayasa komputer (CGI: Computer Generated Image – Gambar hasil rekayasa komputer).
3. Campuran keduanya: film yang terbentuk dari pencampuran dua bentuk diatas.
8 bagian 1 | apa itu film ?
Live-action
• Stop Motion based Animation
Menurut • Computer Generated Image (CGI)
Animation movie
bentuknya based Animation
Campuran
• Dokumentasi
• Film Dokumenter
• Film untuk tujuan ilmiah
MACAM- Non fiksi
Menurut Eksperimental
MACAM FILM jenisnya Film fiksi
• Film Drama
• Film Horor & Misteri
• Film Laga (action)
• Film Epik dan Sejarah
• Film Komedi
• Film Fiksi Ilmiah
• Film Musikal
• Film hiburan
• Film Perang
• Film televisi
Berdasarkan • Film iklan
tujuan • Video musik
pembuatannya • Film pendidikan
• Media dokumentasi
• Film seni
Pembagian film menurut jenisnya (type):
A. Film Fiksi: Film yang cerita di dalamnya merupakan hasil rekayasa dari sang penulis/sutrada-
ra. Film fiksi bukanlah rekaman kejadian sebenarnya, meskipun ada beberapa film fiksi yang
berdasarkan fakta sejarah tertentu.
1. Film Eksperimental: film yang merupakan hasil eksperimen yang belum ajeg, baik dalam
struktur ceritanya, plot penceritaannya, cara membuatnya, materi dasarnya dan banyak
lainnya. Dalam sebuah film eksperimental, tidak harus semua unsurnya terbentuk dari
eksperimen, bisa saja hanya satu atau beberapa.
2. Film Fiksi Naratif: film yang bercerita tentang sebuah rangkaian kejadian yang berhubugan
dan memiliki sebab-akibat yang terjadi didalam sebuah konteks ruang dan waktu.
Film Fiksi Naratif dapat dibagi lagi menurut genre-nya:
- Film Drama
- Film Horor & Misteri
- Film Laga (action)
- Film Epik dan Sejarah
- Film Komedi
- Film Fiksi Ilmiah
- Film Musikal
- Film Perang
B. Film Non-Fiksi: Film yang merupakan hasil rekaman dari kejadian yang sebenarnya terjadi.
Beberapa rekayasa dapat dilakukan pada tahap paska produksi untuk tujuan penceritaan.
• Dokumentasi kejadian/perjalanan: merupakan cikal-bakal film non-fiksi, khususnya do-
kumenter, yang berisi tentang laporan perjalanan seseorang ke suatu tempat tertentu atau
tentang laporan atas kejadian tertentu di suatu tempat. Dokumentasi ini sangatlah bersifat
jurnalistik, maka bentuk paling sederhana yang dapat dilihat adalah berita di televisi.
• Film Dokumenter: merupakan pengembangan selanjutnya dari film dokumentasi, dimana
9
bagian 1 | apa itu film ?
sudah terdapat unsur penceritaan naratif di dalamnya. Setiap film dokumenter memiliki
sebuah hal/poin utama yang ingin disampaikan ke penontonnya.
• Film Non-Fiksi untuk tujuan ilmiah: merupakan film non-fiksi yang dibuat dengan metode,
batasan, serta memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah tertentu. Bertujuan sebagai bagian dari
penelitian ilmiah dan bahan dari kajian ilmiah tertentu, dan tidak dibuat untuk penonton
umum. Visual Antropologi dan Film Dokumenter Etnografi termasuk dalam kategori ini.
Target penonton juga bisa membedakan film menjadi beberapa jenis; film anak, remaja, dewasa
dan semua umur. Berhatilah-hatilah dalam melihat pembedaan film menurut target penonton
ini, sebab sebenarnya terdapat dua logika dasar dalam pembentukan kategori ini, yaitu berdasar-
kan pemasaran dan berdasarkan klasifikasi penonton.
Untuk pengkategorian target penonton berdasarkan logika pemasaran, pembagian target pe-
nonton umumnya dilakukan dari pihak produsen film. Jadi biasanya sang produser dan/atau
sutradara disini membuat cerita sengaja untuk menjualnya pada segmen pasar tersebut. Misal-
nya, Petualangan Sherina termasuk film anak. Princess Diary dan Ada Apa Dengan Cinta termasuk
film remaja. Kebanyakan film dibuat untuk dewasa. Harry Potter dan Lord Of The Rings dibuat
untuk semua umur.
Sementara itu, untuk pengkategorian target penonton berdasarkan klasifikasi-nya, umumnya
dilakukan oleh sebuah badan pengawas bersifat nasional maupun regional yang berdiri terpisah
dari pihak produsen film. Pihak ini bertugas me-ngawasi peredaran dan penyiaran film dalam
kawasan tersebut. Pengkategorian ini berbeda-beda untuk setiap negara, sesuai dengan segalam
macam peraturan yang terkait dalam negara tersebut. Di Indonesia, pengaturan ini dilakukan
oleh Lembaga Sensor Film (LSF). Saat ini untuk sistem penyiaran umum televisi, LSF umumnya
membagi film untuk disiarkan menjadi:
• Semua Umur
• Bimbingan Orang Tua
• Dewasa
Dari media/materi dasar perekamannya, film dapat dibagi menjadi film dan film-video. Di Indo-
nesia, film yang dibuat dengan materi dasar video lazim disebut sinema elektronik.
Dari segi durasi, film bisa dikelompokkan menjadi film panjang dan film pendek. Sebenarnya
tidak ada aturan baku yang membatasi durasi sebuah film, tetapi pegangannya hanyalah sebuah
kesepakatan bersama. Film Panjang biasanya berdurasi 60 menit atau lebih. Untuk film naratif
panjang untuk diputar di bioskop umumnya berdurasi 90-200 menit. Film pendek, sesuai kes-
epakatan beberapa festival film di dunia, berdurasi kurang dari 60 atau 30 menit.
Berdasarkan tujuan dibuatnya, film dapat dibagi menjadi:
1. Film hiburan: film yang dibuat dengan bertujuan utama memberikan hiburan. Umumnya
diedarkan dengan dua cara, yaitu dengan diputarkan di bioskop dan dengan dijual dalam
bentuk video (VCD, DVD, VHS). Saat ini bahkan dijual juga dalam bentuk fasilitas download
melalui internet. Dalam perkembangannya, dalam kurun wakru tertentu film hiburan ini akan
disiarkan juga melalui televisi setelah target penjualan melalui media-media di atas sebelumnya
telah terpenuhi.
10 bagian 1 | apa itu film ?
2. Film untuk penyiaran televisi: film yang dibuat dengan bertujuan utama se-bagai materi pe-
nyiaran di televisi. Bentuknya sangat bervariasi, dari acara berita sampai kuis. Dalam perkem-
bangannya, film untuk penyiaran televisi ini juga dijual dalam bentuk video setelah ijin/masa
penyiarannya di televisi usai.
3. Film iklan: film yang dibuat dengan tujuan utama menjual sebuah produk kepada masyara-
kat.
4. Video musik: film yang dibuat dengan tujuan mempromosikan sebuah lagu dari pemusik
tertentu.
5. Film Pendidikan: film yang dibuat dengan tujuan utama memberikan tambahan pengetahuan
kepada penontonnya. Bentuknya bisa fiksi maupun non-fiksi. Umumnya berbentuk film do-
kumenter. Iklan Layanan Masyarakat (PSA-Public Service Announcement) termasuk dalam kat-
egori ini. Film-film propaganda juga termasuk dalam kategori ini.
6. Media dokumentasi: film yang dibuat dengan tujuan utama mendokumentasikan sebuah ke-
jadian atau hal tertentu untuk kepentingan pencatatan sejarah dan budaya tertentu.
7. Film Seni: film yang dibuat dengan tujuan utama sebagai ekspresi kesenian bagi sang seniman
pembuatnya. Saat ini bentuk, jenis, gaya dan durasi film seni sangatlah bervariasi, dan sangat
tidak tertutup kemungkinan untuk menggabungkannya dengan aliran seni lainnya.
Dan yang paling mendasar adalah pembagian film berdasarkan fungsi dan ideologi yang men-
dasarinya. Menurut hal ini, film dapat dibagi menjadi:
1. Komoditas Industri dan Perdagangan
2. Aset Politik dan Media Propaganda
3. Aset Kesenian dan Produk Budaya
Sebuah film bisa saja memiliki fungsi dan ideologi yang meliputi lebih dari satu kategori diatas,
seperti misalnya film-film perang Vietnam yang dihasilkan oleh Hollywood, dimana film-film
tersebut merupakan komoditas industri perfilman Amerika Serikat sekaligus juga sebagai alat
propaganda Amerika Serikat untuk memberitahukan versinya tentang apa yang terjadi di perang
Vietnam dekade 70-an.
Film-film yang dikeluarkan oleh pembagian berdasarkan fungsi dan ideologi ini tidak hanya di-
pergunakan dalam membedakan satu film dengan lainnya, akan tetapi kemudian dapat menjadi
dasar membedakan satu skema dunia perfilman di sebuah negara dengan negara lainnya. Dari
dasar logika ini kemudian kita bisa melihat bagaimana kecenderungan isi film yang berasal dari
sebuah negara, seperti misalnya film-film yang berasal dari Eropa Barat, dimana negara-negara
disana seperti Jerman dan Perancis mendefinisikan film sebagai aset kesenian dan produk bu-
daya lokal, maka perkembangan dan isi film-film yang berasal dari sana lebih menitikberatkan
faktor kesenian dan eksplorasi budaya. Sementara itu, apa yang terjadi di Amerika Serikat dan
India jauh berbeda karena kedua negara ini melihat film sebagai komoditas industri.
Beberapa negara yang memandang film sebagai sebuah aset politik dan media propaganda juga
menunjukkan kecenderungan yang berbeda pada film-filmnya. Lihat saja film-film Rusia sebe-
lum peristiwa Glasnost-Perestroika dan film-film Indonesia jaman Orde Baru, begitu tipikal
pada bentuk penceritaan yang nasionalis.
Apapun tujuan dan fungsinya, film sebagai media komunikasi massa merupakan sebuah media
pandang-dengar yang memiliki pengaruh yang sangat luar biasa dalam pembentukan persepsi
11
bagian 1 | apa itu film ?
dan opini penontonnya. Film sangatlah mudah diserap, sangat impresif dan berdampak dalam
pembentukan pola pikir.
Diluar semua hal diatas, dalam dunia kontemporer film sering juga diklasifikasi berdasarkan ali-
ran dan gaya (style) yang dianut sang pembuat maupun cara bertutur film itu sendiri. Berdasarkan
inilah kita sering mendengar orang menyebut gaya atau aliran Neo-Realisme Italia, French New
Wave, New German Cinema, Independent Film, Film Noir, Cinema Verite, Hong Kong Action,
Bollywood Cinema, New British Cinema, Cult Film, Manga, Road Movie, Iranian Cinema, dan
lain sebagainya...
Bagi pemula tentunya akan lebih mudah bila kita berlatih untuk membuat film pendek terlebih
dahulu. Tidak berarti membuat film pendek berarti akan lebih mudah dibanding membuat film
panjang, akan tetapi mengingat alasan biaya yang tinggi dan kompleksitas produksinya memung-
kinkan film pendek sering menjadi sarana berlatih yang baik. Ingat, banyak pembuat sukses
mengawali debutnya dengan membuat film pendek. Jadi sangat mungkin kita menjadi pembuat
film sukses dengan terlebih dahulu belajar membuat film pendek.